Masih Perlukah Brand Menyewa Agensi?

marketeers article
Storytelling menjadi bagian penting dalam content marketing

Beberapa brand di Indonesia nampaknya sudah mulai memahami pentingnya content marketing. Saat ini, brand mulai menciptakan konten mereka sendiri yang siap untuk disampaikan kepada konsumen mereka. Namun, brand perlu membangun dan mendistribusikan konten yang lebih baik sembari memastikan bahwa cerita yang mereka sampaikan dapat dimengerti dan punya nilai untuk konsumen.

Menurut data dari GetCRAFT, meskipun ada banyak brand yang memiliki divisi content marketing yang dilakukan secara in-house, banyak yang masih dirasa kurang, terlebih masalah keahlian. Sebanyak 40% perusahaan business-to-consumer (B2C) di Indonesia memiliki in-house content marketing. Lebih dari dua kali lipatnya (83%) menolak untuk mempekerjakan outsource untuk aktivitas pemasaran konten via agensi.

Perusahaan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memiliki tim in-house yang menjalani content marketing dapat menghambat efisiensi biaya dari campaign. Selebihnya, 45% koresponden di survei yang sama pada tahun 2017 mengatakan bahwa mereka merasa kekurangan kemampuan dan sumber daya yang efektif untuk kampanye digital marketing secara umum. Terlebih lagi content marketing.

“Jika content marketing yang ada dapat memproduksi dan mendistribusikan konten yang berkualitas bagus, serta dapat dimengerti dan dihargai oleh pembeli, maka syarat pertama untuk para brand adalah meyakinkan kualitas yang tinggi, sesuatu yang hanya dapat dicapai melalui ahlinya,” ujar Anthony Reza, Co-Founderdan CEO Indonesia GetCRAFT.

Menggarap content marketing secara in house, selain tidak efisien dari sisi biaya, tapi juga membuat brand kesulitan memenuhi keinginannya terkait konten. Di survei GetCRAFT yang terpisah tahun lalu, publisher dan influencer media sosial mengeluhkan bahwa banyak brand untuk konten berbayar seperti tidak tahu apa yang mereka lakukan.

“Kami menemukan bahwa para brand masih banyak yang terikat oleh gagasan-gagasan konvensional dari esensi brand itu sendiri. Mereka lebih banyak memikirkan brand daripada nilai-nilai yang dapat ditawarkan ke pembeli,” jelas Reza.

Namun, Reza tidak menyalahkan bila brand memiliki tim in-house khusus untuk content marketing. Sepanjang brand tersebut dapat mengorganisir timnya secara baik. Ia juga menyebutkan bahwa sebenarnya tim in-house memiliki kelebihan terkait biaya dan komunikasi.

“Tantangannya bagaimana brand mengekspose internal tim kepada marketing tren yang lain. Pada akhirnya, perusahaan harus fokus pada bisnis utama. Ke depannya, posisi yang strategis akan tetap in-house, yang bersifat produksi dan bukan bisnis utama akan kembali ke partnership atau kerjasama dengan agensi,” pungkas Reza.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related

award
SPSAwArDS