Pupuk Indonesia Gandeng Jepang Kembangkan Amonia Biru dan Hijau

marketeers article
Ilustrasi. (FOTO: Dok Pupuk Indonesia)

PT Pupuk Indonesia (Persero) menggandeng perusahaan asal Jepang, yaitu Mitsubishi dan Toyo untuk mengembangkan amonia biru dan hijau. Hal itu untuk menargetkan pengurangan emisi karbon pada 2030 sebesar 4,8 juta ton CO2 dan 20 juta ton CO2 tahun 2060.

“Kami melakukan kolaborasi dengan sejumlah pihak dalam pengembangan ammonia biru dan hijau yang salah satunya dengan perusahaan dari Jepang,” kata Bakir Pasaman, Direktur Utama Pupuk Indonesia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (13/4/2023).

Dia menuturkan perusahaan membangun pabrik amonia di Lhokseumae, Aceh, dan target berikutnya adalah membangun pabrik di Bontang. Amonia adalah senyawa kimia yang dapat menjadi sumber energi bersih masa depan sekaligus sebagai media untuk mengangkut hidrogen.

BACA JUGA: Pupuk Indonesia Siapkan Tiga Strategi Kembangkan Amonia

Executive Officer/Division Director of Solution Business Toyo Engineering Corp Eiji Sakata mengatakan pihaknya siap membantu Pupuk Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih. Hal itu tercermin melalui kerjasama PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama Toyo Engineering Corp, yang sepakat untuk melakukan kajian bersama pembangunan pabrik Green Ammonia di Indonesia

Kesepakatan tersebut tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) tentang Joint Development Pupuk Iskandar Muda (PIM) 2 Hybrid Green Ammonia.

“Indonesia memiliki titik kuat untuk masuk ke bisnis pemasok amonia. Jadi sekarang saatnya transfer menjadi perusahaan energi berkelanjutan untuk seluruh perusahaan grup Indonesia,” kata dia.

BACA JUGA: Buka Kolaborasi, Pupuk Indonesia Akan Kembangkan Green Ammonia

Nugroho Christijanto, Wakil Direktur Utama Pupuk Indonesia mengatakan sejumlah rekan kerja Pupuk Indonesia dari Jepang seperti Toyo Engineering Corporation hingga Mitsui & Co Ltd, telah memiliki teknologi memadai untuk pengembangan ammonia.

“Jadi kita tahu bahwa ke depan pengembangan amonia biru dan hijau saya kira juga membutuhkan lebih banyak investasi dibandingkan dengan amonia abu-abu yang ada,” ucapnya.

Nugroho menjelaskan kolaborasi bersama pelaku industri dengan cara saling bertukar produk juga dapat mengatasi kebutuhan bersama. Seperti di Indonesia misalnya, amonia dapat digunakan sebagai bahan bakar batu bara atau untuk boiler batu bara di PLN sehingga amonia akan menjadi salah satu sumber energi di masa depan dan tidak akan hanya dikonsumsi industri, tapi lintas sektor.

Gusrizal, Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia mengatakan perusahaan memiliki pengalaman panjang dalam bisnis amonia, yakni sejak 1950. Pupuk Indonesia membangun pabrik amonia pertama di Palembang, Sumatera Selatan.

“Saya harus mengatakan, kami (Pupuk Indonesia) adalah pemain yang kuat dalam pasar amonia,” ujar Gusrizal.

Gusrizal menambahkan saat ini Pupuk Indonesia memproduksi sekitar 7 juta ton amonia per tahun. Sebagian besar bahan bakunya adalah urea dan nitrogen, phosphat, kalium (NPK). Pupuk Indonesia masih punya sekitar 1 juta ton per tahun yang dijual langsung ke pengguna atau pembeli akhir.

Selain itu, Pupuk Indonesia ingin menjadikan Indonesia sebagai hub dari pasar amonia dunia. Namun, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama adalah membangun sumber daya manusia (SDM) dan untuk mencapai target yang optimal perusahaan perlu memiliki SDM andal.

Kedua, dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah yang dimaksud adalah insentif. Pasalnya, pengembangan amonia bersih merupakan bentuk dukungan Pupuk Indonesia terhadap program transisi energi dari pemerintah untuk menuju Net Zero Emission pada 2060.

Related

award
SPSAwArDS