Ritel Convenience dan Minimarket Mulai Tinggalkan Format Lama

marketeers article
NEW YORK, USA JULY 3, 2013: People walk past 7-Eleven convenience store in New York. 7-Eleven is worlds largest operator, franchisor and licensor of convenience stores, with more than 46,000 shops.

Pertumbuhan ritel berformat convenience dan minimarket di Asia Tenggara menyentuh puncak pertumbuhan tertinggi. Laporan Nielsen’s What’s Next for Southeast Asia menunjukkan, pertumbuhan toko convenience di seluruh wilayah Asia Tenggara meningkat 10% pada 2018, sementara minimarket mencapai 4,7% per tahun. Di satu sisi, Nielsen menemukan, terdapat perubahan perilaku konsumen ritel yang membuat para pemain tak bisa lagi menggunakan format lama. Seperti apa?

Melihat keseluruhan lanskap FMCG Asia Tenggara, faktor ekonomi yang meningkat ditambah dengan tingkat kepercayaan konsumen yang kuat memicu keinginan konsumen untuk berbelanja yang kemudian menghasilkan pertumbuhan FMCG yang solid secara keseluruhan.

“Kombinasi dari meningkatnya optimisme konsumen dan prospek ekonomi yang relatif kuat di Asia Tenggara menunjukkan kawasan ini menarik perhatian perusahaan global besar dan juga perusahaan lokal ketika mereka mencari peluang baru untuk bertumbuh. Namun, pertumbuhan ini dapat menjadi sulit dipahami jika perusahaan tidak meluangkan waktu untuk memahami kebutuhan dan keinginan konsumen lokal,” ungkap Managing Director Nielsen Asia Tenggara Vaughan Ryan di Jakarta, Rabu (29/05/2019).

Di Indonesia, dengan pertumbuhan kelas menengah dan kehidupan yang semakin sibuk, jarak dekat dan kenyamanan telah menjadi sangat penting bagi konsumen. Mereka ingin menghabiskan lebih sedikit waktu untuk menjangkau toko terutama di kota-kota besar di mana kemacetan menjadi beban besar.

“Tidak hanya di Indonesia, seluruh konsumen di Asia Tenggara menjalani kehidupan yang kian serba cepat, dan perubahan gaya hidup ini mendorong meningkatnya permintaan akan layanan on-the-go yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan format ritel convenience dan minimarket,” terang Vaughan.

Alhasil, ritel convenience dan minimarket tidak bisa lagi menggunakan format lama.

“Toko convenience  telah berubah dari penyedia produk impuls (makanan ringan, minuman dan rokok) menjadi penyedia jenis produk makanan siap saji dan barang impuls. Selain itu, para pemilik toko convenience tidak segan menambah banyak layanan dan produk lain untuk membuat hidup konsumen lebih mudah,” kata Vaughan.

Di sisi lain, dengan meningkatnya penetrasi internet dan lebih banyaknya pemaparan terhadap berbagai merek, produk, dan penawaran, konsumen di seluruh wilayah ini menjadi lebih cerdas dan bijaksana dalam keputusan pembelian mereka. Penawaran yang disesuaikan dengan selera lokal dan perilaku pembelian diyakini Vaughan penting dipahami para pemain untuk meraih sukses.

Mengambil contoh dari Singapura, konsumen mencari kenyamanan dari peritel FMCG dalam bentuk belanja online dan pembayaran digital. Tiga dari lima konsumen Singapura (60%) menyukai transaksi tanpa uang tunai dan mayoritas yang cukup besar (75%) mengatakan, mereka lebih suka membeli makanan dan bahan makanan secara online.

Dengan memahami perilaku konsumen saat ini dan mengubah format ritel untuk menjawab anxiety dan desire konsumen, para pemain ritel convenience dan minimarket pun dapat menjaring keuntungan yang lebih besar.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS