Rumah123: Surabaya Alami Tren Penurunan Harga Rumah

marketeers article
Ilustrasi rumah. (FOTO: 123RF)

Rumah123 Flash Report edisi Juni 2025 mencatat bahwa indeks harga rumah seken di 13 kota besar Indonesia tumbuh tipis sebesar 1,2% secara tahunan. Sebanyak sembilan kota mengalami kenaikan, dengan pertumbuhan tertinggi tercatat di Yogyakarta sebesar 10,6%, diikuti oleh Denpasar (7,8%), Makassar (7,6%), Semarang (7,2%), Tangerang (2,5%), dan Depok (2%).

Di tengah kecenderungan naiknya harga rumah secara tahunan, Surabaya justru menunjukkan tren sebaliknya. Sejak Desember 2024, harga rumah seken di kota ini terus mengalami penurunan yang konsisten.

Data mencatat penurunan tahunan berkisar antara -1,7% pada Januari 2025 hingga -0,4% pada Maret 2025. Pada Mei 2025, lima kecamatan dengan median harga rumah tertinggi di Surabaya adalah Genteng (Rp 14,17 miliar), Tegalsari (Rp 10,88 miliar), Wonocolo (Rp 7,7 miliar), Gubeng (Rp 7,13 miliar), dan Sambikerep (Rp 6,16 miliar).

Sebaliknya, harga terendah ditemukan di Benowo (Rp 950 juta), Gununganyar (Rp 1 miliar), Pakal (Rp 1,27 miliar), Karangpilang (Rp 1,33 miliar), dan Rungkut (Rp 1,41 miliar). Penurunan harga rumah seken di Surabaya berkorelasi dengan pergeseran suplai di pasar.

Rumah123 mencatat adanya lonjakan suplai pada segmen harga rumah murah, khususnya di lima kecamatan yang juga mengalami penurunan harga paling signifikan. Bubutan, misalnya, mengalami penurunan median harga hingga -23,3%, diikuti Sambikerep (-12,8%), Mulyorejo (-9,9%), Simokerto (-4,8%), dan Lakarsantri (-1,5%).

BACA JUGA: Pasok 2 Juta Listrik Rumah Tangga, PGE Turunkan 9,7 Juta Ton Emisi

Peningkatan suplai secara drastis terjadi pada rumah-rumah dengan harga di bawah Rp 400 juta hingga Rp 1 miliar. Sebaliknya, suplai pada segmen harga di atas Rp 1 miliar, terutama Rp 1–3 miliar dan Rp 3–5 miliar, menunjukkan penurunan.

Di Lakarsantri, suplai rumah di bawah Rp 400 juta melonjak 100%, dan di Mulyorejo bahkan mencapai 107,1% jika digabung dengan segmen Rp 400 juta–Rp1 miliar. Sambikerep mencatat kenaikan suplai terbesar pada segmen rumah termurah, yakni 300%, sementara suplai rumah di kisaran Rp 400 juta–Rp 5 miliar menurun hingga 79,4%.

Simokerto juga menunjukkan pola serupa, dengan peningkatan suplai rumah di bawah Rp 1 miliar sebesar 119,3% dan penurunan tajam pada segmen harga yang lebih tinggi. Dari sisi permintaan, segmen harga rumah Rp 1–3 miliar masih menjadi yang paling diminati, menyumbang 35,2% dari total permintaan di Surabaya.

Namun, ketidakseimbangan antara tingginya permintaan dan menurunnya suplai di segmen ini berpotensi menimbulkan tekanan harga dalam waktu dekat. Kondisi ini membuka peluang naiknya harga rumah di kisaran tersebut, karena keterbatasan pasokan tidak diimbangi dengan berkurangnya minat beli.

Marisa Jaya, Head of Research Rumah123 menyampaikan kondisi ini menjadi momen krusial untuk konsumen, terutama pencari rumah pertama dari segmen menengah, agar segera mengambil keputusan sebelum harga kembali terkerek.

“Di sisi lain, segmen menengah bawah kini memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh hunian terjangkau. Sementara bagi pengembang dan pelaku bisnis properti, tren ini membuka celah untuk mengisi kekosongan suplai di segmen Rp 1–3 miliar yang masih sangat diminati,” kata Marisa dalam siaran pers kepada Marketeers, Rabu (25/6/2025).

Di tingkat nasional, Tangerang mempertahankan posisinya sebagai kota dengan pencarian properti tertinggi di Indonesia pada Mei 2025. Kota ini menyumbang 15,6% dari total permintaan listing, mengungguli Jakarta Selatan (11,3%) dan Jakarta Barat (10,3%).

Dari sisi pertumbuhan bulanan, Tangerang juga memimpin dengan kenaikan popularitas sebesar 1,1%, diikuti oleh Jakarta Utara (0,9%) dan Jakarta Barat (0,1%). Surabaya menjadi kota dengan peningkatan minat pencarian properti tertinggi di Pulau Jawa di luar Jabodetabek, naik 0,5%, disusul Malang dan Sidoarjo yang masing-masing tumbuh 0,1%.

BACA JUGA: 4 Tren Kesehatan yang Perlu Dihindari Menurut Ahli Gizi

Dari sisi harga, tujuh kota mencatatkan pertumbuhan harga rumah yang melampaui laju inflasi nasional yang berada di angka 1,60%. Yogyakarta menempati peringkat tertinggi dengan kenaikan harga sebesar 8,7%, disusul Makassar (5,6%), Semarang (5,5%), Denpasar (5,3%), Medan (1,1%), Tangerang (1,0%), dan Depok (0,4%).

Menurut Marisa, kenaikan indeks harga yang melampaui inflasi ini menunjukkan daya tarik kota-kota seperti Yogyakarta, Makassar, dan Denpasar sebagai pasar properti seken yang prospektif.

“Bagi pelaku industri, tren ini mencerminkan peluang untuk memperluas investasi dan pengembangan proyek. Sementara itu, bagi konsumen, terutama calon pembeli rumah pertama, ini bisa menjadi sinyal untuk mempertimbangkan pembelian lebih awal sebelum harga bergerak naik,” tutur Marisa.

Editor: Ranto Rajagukguk

award
SPSAwArDS