Sektor Kimia Jadi Perhatian Utama Kemenperin

marketeers article
Ilustrasi pabrik pupuk. Sumber gambar: pers rilis.

Industri kimia kian mendapat perhatian lebih. Hal ini terlihat dari pengembangan industri kimia di dalam negeri yang terus digenjot melalui pemanfaatan teknologi terbaru dan peningkatan kegiatan penelitian serta pengembangan yang tercatat di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0.

Industri kimia menjadi satu di antara lima sektor yang akan menjadi pionir dalam penerapan Industri 4.0 di Indonesia, selain industri tekstil, otomotif, elektronika, serta makanan dan minuman.

“Industri kimia nasional tengah difokuskan pengembangannya agar lebih berdaya saing global. Pasalnya, sektor ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sekaligus berperan sebagai penghasil bahan baku untuk kebutuhan produksi industri lain,” jelas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Bontang, Kalimantan Timur, Sabtu (07/07/2018).

Memang, pada tahun 2017 industri kimia menjadi salah Satu sektor penyumbang utama terhadap PDB nasional dengan nilai sebesar Rp 236 triliun.

Airlangga berpendapat, pemerintah mendorong masuknya industri kimia nasional untuk menerapkan revolusi industri keempat yang tertuang di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0.Untuk itu, Menperin memberikan apresiasi kepada seluruh industri petrokimia yang beroperasi di Kaltim Industrial Estate (KIE) yang telah berkomitmen mendukung pembangunan industri nasional.

“Dengan lokasi industri petrokimia di Bontang yang berada dalam kawasan timur Indonesia, keberadaan industri-industri ini tentunya mendorong dalam mempercepat pemerataan pembangunan di Indonesia bagian timur,” jelas Airlangga.

Di samping itu, Menperin mendukung upaya pengembangan industri oleokimia berbasis minyak sawit di kawasan tersebut yang diharapkan dapat terus ditingkatkan produksinya.

Hingga saat ini, sudah ada lima industri petrokimia yang berdiri di kawasan industri KIE Bontang dengan menghasilkan komoditas yang beragam, antara lain amoniak, pupuk urea, methanol, dan amonium nitrat. Kelima perusahaan tersebut, yakni PT Pupuk Kaltim, PT Kaltim Methanol Industri, PT Kaltim Parna Industri, PT Kaltim Nitrate Industri, dan PT Black Bear Resources Indonesia.

Direktur Utama PT Pupuk Kaltim (PKT) Bakir Pasaman mengatakan, pihaknya selaku produsen amoniak  dan urea ini optimistis dapat memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri dan berupaya untuk terus  ekspor. “Jadi, industri-industri dalam negeri yang memerlukan bahan baku, sebaiknya tidak pakai produk impor, tetapi tetap menggunakan hasil industri nasional yang juga unggul,” tuturnya.

Bakir menjelaskan, selama ini kinerja PKT mampu berkontribusi hingga 50 persen kepada pendapatan PT Pupuk Indonesia sebagai induk perusahaan. Saat ini, kapasitas produksi urea di PKT mencapai 3,4 juta ton per tahun dengan jumlah ekspor tahun lalu sebanyak 600 ribu ton. “Sedangkan, produksi amoniak di angka 2,8 juta ton per tahun yang dikonversi menjadi urea,” imbuhnya.

Lebih lanjut, PKT juga tengah melakukan pengembangan bisnis, antara lain membangun pabrik NPK Chemical berkapasitas 500.000 MTPY, kemudian melakukan kerja sama dengan PT Dahana untuk membangun pabrik amonium nitrat berkapasitas 75.000 MTPY.

Selain itu, bekerja sama dengan PTPN III untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit seluas 7.000 hektare dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton per jam. “Kami pun berencana mengembangkan industri methanol beserta produk turunannya,” kata Bakir.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS