Sektor OT Dianggap Lebih Rentan Serangan Siber Dibanding Sektor IT

marketeers article
Diskusi Panel TUV Rheinland dan BSSN. (FOTO: TUV Rheinland Indonesia)

TÜV Rheinland Indonesia mengatakan bahwa sektor teknologi operasional atau operational technology (OT) memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap serangan siber dibanding sektor information technology (IT).

Hal ini tentu perlu mendapat perhatian mengingat OT meliputi sistem seperti Industrial Control Systems (ICS), Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA), serta Process Control Network (PCN), yang sangat krusial dalam industri seperti transportasi, energi, dan manufaktur.

Nyoman Susila, Managing Director TÜV Rheinland Indonesia mengatakan, dibandingkan dengan sistem IT, OT memiliki risiko lebih tinggi terhadap serangan siber karena sifatnya yang langsung berhubungan dengan proses industri dan sering kali kurang terlindungi secara memadai.

BACA JUGA: Perluas Jangkauan Pasar B2B, Kalibrasi dan TÜV NORD Jalin Kemitraan

“OT lebih rentan terhadap serangan siber dibandingkan dengan IT. Sistem OT terhubung ke banyak pihak melalui jaringan global, sehingga risiko keamanannya lebih kompleks,” ujar Nyoman Susila dalam siaran pers kepada Marketeers, Rabu (19/8/2024).

Menurut data yang diungkap oleh Manuel Diez, Global Field Manager I.07 Cyber Security and Functional Safety dari TÜV Rheinland, Indonesia saat ini menghadapi lebih dari 3.300 serangan siber setiap minggu.

Serangan-serangan ini sering kali menargetkan sektor-sektor vital seperti energi dan transportasi.

“Infrastruktur penting, seperti transportasi dan energi, menjadi sasaran utama serangan ransomware yang menuntut tebusan hingga jutaan dolar,” kata Manuel.

BACA JUGA: TUV Rheinland Indonesia Kejar Pertumbuhan Bisnis Hingga 17%

Sekretaris Utama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Y.B. Susilo Wibowo, menyatakan bahwa peningkatan besar sektor industri harus diimbangi dengan keamanan teknologi yang memadai.

“Keamanan OT di sektor IIV harus mendapat perhatian khusus, karena gangguan terhadap infrastruktur ini bisa berdampak besar pada masyarakat dan perekonomian,” ujar Susilo.

Menurut data Kementerian Keuangan dan Badan Pusat Statistik, sektor industri menyumbang 18,67% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2023, sehingga keamanannya menjadi sangat krusial.

Manuel juga memperkirakan bahwa secara global, kerugian akibat serangan siber dapat mencapai triliunan dolar AS pada 2026. Kerugian ini menggarisbawahi pentingnya penguatan sistem keamanan OT di seluruh sektor vital, demi mencegah gangguan besar yang bisa mengganggu aktivitas masyarakat secara luas.

Editor: Eric Iskandarsjah

Related

award
SPSAwArDS