Simak Pola Pikir dan Prioritas Hidup Gen Z Indonesia, Merek Wajib Tahu!

marketeers article
Ilustrasi perempuan-perempuan muda. Sumber: 123RF

Laporan bertajuk Indonesian Gen Z: Redefining the Rules of Relevance yang dirilis oleh Cheil Indonesia membuka lapisan lain dari cara pandang Gen Z Indonesia. Laporan ini memotret pola pikir, kebiasaan, dan prioritas hidup mereka yang semakin kompleks namun terarah.

Bagi Gen Z, menjadi “keren” bukan soal tampil mencolok atau mengikuti arus. Justru, kepercayaan diri yang lahir dari tujuan hidup yang jelas dan sikap autentik menjadi standar baru.

Sebanyak 67% responden menyatakan kekaguman terhadap orang-orang yang hidup sesuai prinsip dan passion-nya.

“Menjadi autentik berarti menunjukkan rasa percaya diri dengan bangga,” ujar salah satu responden.

Konsep Fear of Missing Out (FOMO) pun mengalami pergeseran makna, dari Fear of Missing Out menjadi Filter On My Own, sebuah penanda bahwa mereka lebih memilih menyaring informasi dan tren secara personal, serta hanya menerima yang benar-benar relevan dengan nilai diri mereka.

BACA JUGA: Gen Z Enggan Pensiun Total, Tren Flextirement Makin Diminati

Selektif, Autentik, dan Penuh Arti

Laporan ini juga menunjukkan bahwa Gen Z Indonesia bukanlah generasi yang terbawa arus. Mereka selektif dalam memilih konten, topik, dan tren yang dianggap bermakna.

Minat mereka bukan sekadar respons atas viralitas, melainkan refleksi dari identitas dan tujuan pribadi. Ketertarikan terhadap fashion tertentu, gadget terbaru, atau destinasi wisata, misalnya, selalu dilandasi oleh koneksi emosional atau kesesuaian dengan estetika dan minat mereka.

Hanya ketika ada keterkaitan pribadi yang kuat, sebuah hal bisa masuk dalam radar perhatian mereka. Tren tetap punya tempat, tetapi bukan sebagai acuan mutlak.

Dari gaya minimalis, Y2K, hingga fashion vintage, semuanya dipilih karena bisa menjadi saluran ekspresi diri. Kesehatan juga menjadi prioritas, dengan 75% responden menjadikan kebugaran fisik dan mental sebagai tujuan utama.

Mereka tidak hanya memperhatikan pola makan dan aktivitas fisik, tetapi juga memberi ruang untuk kesehatan mental sebagai bagian dari rutinitas. Literasi keuangan dan perencanaan karier pun makin mendapat tempat, mencerminkan kesiapan mereka menghadapi ketidakpastian hidup dengan pengetahuan dan strategi yang matang.

Kehidupan digital adalah ruang utama tempat mereka bergerak. TikTok digunakan untuk mengeksplorasi ide dan mencari inspirasi baru, Instagram menjadi galeri aspirasi visual, sementara X berfungsi sebagai ruang ekspresi yang jujur dan terbuka.

Gen Z tidak hanya mengonsumsi, tetapi juga aktif mencipta, membagikan, dan berinteraksi dengan cara yang mencerminkan keunikan mereka. Cara mereka mencari informasi juga berubah.

Mesin pencari bukan lagi satu-satunya rujukan. TikTok dan ChatGPT kini menjadi alat utama untuk menemukan jawaban secara cepat dan kontekstual, baik untuk mencari resep, rekomendasi produk, maupun sekadar merapikan pikiran.

BACA JUGA: Kala Dukun Gen Z Jatuh Cinta dalam Drama Head Over Heels

Ritual Reset ala Gen Z

Dalam keseharian, Gen Z juga memiliki mekanisme untuk reset dan menjaga keseimbangan hidup. Menonton ulang tayangan favorit menjadi cara utama untuk meredakan stres.

Kualitas tidur, pola makan sadar, dan rutinitas olahraga ringan tapi konsisten menjadi bagian penting dari gaya hidup mereka. Sebanyak 73% responden menyebut kebiasaan sehat sebagai prioritas.

Bagi mereka, kesehatan tidak hanya berkaitan dengan fisik, tapi juga menjadi bentuk ekspresi diri dan cara tumbuh sebagai individu. Kesadaran ini juga tercermin dalam pilihan gaya hidup yang makin jauh dari konsumsi alkohol atau hal-hal yang mengganggu kejernihan berpikir.

Sebanyak 67,1% responden lebih memilih nongkrong tanpa alkohol. Pilihan ini bukan bentuk pelarian, tetapi sikap aktif untuk hadir secara utuh dalam setiap momen.

Bagi Gen Z, kesadaran penuh, termasuk dalam aspek spiritual dan sosial, adalah bentuk kontrol terhadap narasi hidup mereka. Nilai autentisitas dan harmoni menjadi prinsip yang membimbing keseharian.

Meski akrab dengan teknologi dan serba cepatnya dunia digital, mereka tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang membumi. Konsep guyub atau kebersamaan, misalnya, tetap hidup dalam keseharian mereka, baik melalui obrolan santai di kafe, jalan-jalan di alam, maupun lewat partisipasi di acara seni lokal.

Bagi merek yang ingin terhubung dengan Gen Z, tidak bisa hanya sekadar mencuri perhatian. Merek harus bisa membangun hubungan yang bermakna.

Gen Z bisa merasakan ketidakaslian dari jauh. Oleh karena itu, pendekatan yang jujur, relevan dengan karakter tiap platform, serta menyentuh nilai-nilai yang mereka junjung tinggi akan lebih dihargai. Misalnya, di TikTok, merek dapat menceritakan proses yang menggugah rasa ingin tahu.

Sementara itu, di Instagram, merek dapat menampilkan visual yang punya makna. Lalu di X, merek dapat mengajak diskusi ringan, namun tetap bermakna.

Pada akhirnya, Gen Z Indonesia tidak sedang mencari sekadar produk atau hiburan. Mereka mencari koneksi, kejelasan tujuan, dan rasa dihargai atas siapa diri mereka sebenarnya.

Merek yang mampu hadir sebagai teman yang mengerti nilai, ritme, dan cara berpikir mereka bukan hanya akan dilihat, tetapi juga diingat dan dipilih.

Editor: Ranto Rajagukguk

award
SPSAwArDS