Survei Populix: 87% Responden Aktif Berbelanja Pakai Quick Commerce

marketeers article
Sumber: 123RF

Populix melakukan survei untuk melihat tingkat adopsi layanan quick commerce di Tanah Air, serta proyeksi peluang pertumbuhan model bisnis ini ke depannya. Hal ini dilakukan seiring dengan pertumbuhan model bisnis tersebut di Indonesia setahun belakangan.

Sebagai informasi, quick commerce merupakan tren yang muncul seiring dengan perubahan perilaku belanja dan meningkatnya permintaan akan produk keseharian selama masa pandemi COVID-19. Model bisnis ini menjanjikan pengiriman barang dalam jumlah kecil dengan durasi pengiriman yang sangat singkat, bahkan dalam hitungan jam.

BACA JUGA: Jurus Pemain Besar E-commerce Hadapi Tren Quick Commerce

Menariknya, beberapa quick commerce menawarkan durasi pengiriman yang lebih singkat, dengan target tiba di tangan pelanggan dalam waktu 15-30 menit saja. Untuk mendukung komitmen tersebut, model bisnis ini sangat bergantung pada hub-logistik yang dikenal dengan sebutan dark stores di daerah-daerah dengan pemukiman padat.

Timoty Astandu, Co-Founder dan CEO Populix mengungkap berdasarkan survei tersebut, sebanyak 87% responden aktif berbelanja menggunakan aplikasi quick commerce. Terungkap bahwa dari berbagai aplikasi dan layanan model bisnis tersebut yang hadir di Indonesia, mereka masih mengandalkan model bisnis tersebut yang terintegrasi dengan superapps, dibandingkan aplikasi yang berdiri sendiri.

BACA JUGA: Bidik Pasar Quick Commerce, BliBli Siapkan Pilot Project

“Hanya 13% yang menyatakan tidak berbelanja di aplikasi quick commerce. Memang, mayoritas dari responden tersebut tinggal di area yang tidak termasuk dalam cakupan wilayah pengantaran dan belum memiliki kebutuhan untuk berbelanja di layanan tersebut,” ujar Timothy.

Di antara para responden yang aktif menggunakan platform quick commerce untuk berbelanja, mereka juga mengatakan model bisnis tersebut memiliki beberapa kelebihan dibandingkan layanan lainnya. Sebanyak 66% mengatakan karena pengirimannya cepat, 53% karena produk yang dikirim segar, dan 50% mengatakan pilihan produknya variatif.

Namun demikian, mereka juga menemukan beberapa kelemahan dari aplikasi quick commerce. Sebanyak 63% mengatakan waktu flash sale terlalu singkat, 44% mengungkap harga diskon yang ditawarkan di aplikasi tersebut masih sama dengan harga normal produk, dan 32% mengatakan sistem aplikasi sering mengalami kendala.

Terkenal dengan julukan layanan yang mengandalkan kecepatan pengiriman, mayoritas responden menilai durasi pengantaran yang ideal adalah 30 menit hingga 1 jam. Rata-rata, 80% responden menggunakan layanan quick commerce beberapa kali tiap bulannya untuk berbelanja kebutuhan pokok, makanan ringan, serta bahan memasak dan bumbu dapur.

Terkait layanan pengiriman yang banyak dipilih, sebanyak 73% responden memilih menggunakan layanan GoSend, 58% menggunakan Grab Express, dan hanya 35% yang menggunakan kurir yang disediakan oleh aplikasi. Sementara itu, untuk metode pembayaran, 79% memilih menggunakan e-wallet, dan 56% menggunakan metode cash-on-delivery.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS