Susun Strategi Lejitkan Penjualan Buku di Era Digital

marketeers article

Penetrasi pengguna internet di Indonesia terus bertembuh, di satu sisi data Ikatan Penerbit Indonesia (IKPI) pada 2015 menunjukkan penjualan eBook masih kurang dari 2% di pasar buku lokal. Penerbit pun dihadapkan pada kondisi pasar yang unpredictable. Terlebih reader behavior berubah dengan kehadiran internet. Rangkaian strategi diperlukan untuk meningkatkan penjualan baik secara online, maupun offline.

Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJI) menunjukkan jumlah pengguna internet Indonesia pada 2016 bertumbuh 51,8% dibandingkan 2014 lalu. Kemajuan teknologi menggerakkan para pelaku sektor penerbitan buku untuk bergerak ke ranah digital. Dalam forum diskusi IKPI dan Markplus Inc. di Jakarta, Rabu (27/09/207), sejumlah penerbit yang hadir memaparkan upaya mereka dalam meningkatkan angka penjualan buku terbitannya.

Perwakilan dari Gagas Media mengatakan, mereka menggunakan desain yang sesuai dengan target market dan memanfaatkan hashtag di Social Media dalam upaya memasarkan buku mereka. Kegiatan offline pun tetap mereka jalankan meliputi roadshow di toko buku, dan radio. Menurutnya, kegiatan online dan offline harus sejalan.

Sementara sejumlah penerbit lain mengatakan, bedah buku offline dan online, pemberian tanda tangan, dan memastikan display terpampang strategis  di toko buku menentukan angka penjualan mereka.

“Setiap bulan jumlah buku yang terbit bisa puluhan hingga ratusan. Siklus display di toko buku terus bergerak, dan para penerbit harus memastikan buku mereka terpampang strategis di sana. Pemberian bonus menarik atau pun gimmick, dan tanda tangan penulis agar buku tersebut diprioritaskan pihak toko buku. Di sisi lain, penjualan di e-commerce pun harus berjalan karena kue toko buku online sangat potensial,” kata salah satu penerbit yang hadir.

Di satu sisi, kehadiran internet menurut COO MarkPlus Inc, Iwan Setiawan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi para penerbit.  Menurutnya, penerbit harus memahami kelebihan dan kekurangan dari buku dan internet. “Buku memiliki karakteristik yang tidak dimiliki internet seperti jaminan kredibelitas, isi yang mendalam, dan fokus meskipun dipastikan costly, sementara internet memiliki karakteristik convenient, concise, interactive, dan free. Keduanya harus melengkapi,” kata Iwan.

Sayangnya, menurut Iwan banyak penerbit yang hanya sekadar ikut-ikutan masuk ke Social Media tanpa memahami bagaimana membuat konten yang benar untuk Social Media. “Membuat konten yang menggugah rasa penasaran calon pembaca adalah kunci utama. Ada tiga tahap yang harus kita lakukan dalam membuat konten Media Sosial; understand readers, memilih tipe konten, dan tipe format yang tepat,” terang Iwan.

Understand readers dijelaskan Iwan berarti memahami siapa pembaca buku tersebut. Hal seperti demografi, interests and behaviors (hobi, personality, life goals, tech savviness), dan key touchpoints (media and channel touchpoints) harus dipahami sebelum membuat konten Social Media.

Sementara pada tahap pemilihan tipe konten, penerbit disarankan Iwan bergerak dari konten yang bersifat entertain ke arah edukasi. Untuk tahap pemilihan format dapat dilakukan dengan format entertain seperti melalui viral videos, kompetisi, comic strips, atau melalui format edukasi (tutorial, tips, infographics). Format convenience juga dapat dipilih seperti dengan product demo, dan case studies, atau format inspire (endorsers, top lists, review buku tersebut).

Bagaimana pendapat Anda? Sudah tepatkah cara Anda memasarkan buku di era digital?

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related

award
SPSAwArDS