Tak Andalkan Kota Sekitar, Jakarta akan Hancur?

profile photo reporter Jaka Perdana
JakaPerdana
03 September 2016
marketeers article

Ibukota Jakarta saat ini telah berubah menjadi kota megapolitan yang tidak hanya mengandalkan kota itu sendiri, tapi juga kawasan sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kini, tidak hanya empat kawasan itu karena pemerintah DKI Jakarta sudah membawa juga kawasan lain sebagai penopang, yaitu Puncak dan Cianjur.

Pasalnya sekarang penduduk keluar masuk Jakarta juga menjadi bagian dari dinamika kota. Para pekerja banyak berdatangan dari kawasan-kawasan penopang tadi.

“Pertumbuhan kota ini harus sinergi dengan kota sekitarnya. Mengapa? Sekitar 7,5 juta kendaran keluar masuk Jakarta tiap harinya. Bayangkan. Jika tidak integrasi dan mengandalkan kota-kota sekitarnya Jakarta akan hancur,” ujar Djarot Saiful Hidayat, Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam acara MarkPlus Center Public Service di Jakarta pada Sabtu (3/9/2016).

Data jumlah penduduk pun mendukung hal itu. Untuk malam hari saja, populasinya mencapai 10, 2 juta. Siang hari tentu lebih banyak lagi, yaitu 13, 5 juta jiwa. Dengan angka fantastis itu, Djarot mengatakan Jakarta sebagai pusat ekonomi Indonesia memiliki jalur lalu lintas uang sebesar 70%. Itu artinya 30% perputaran dibagi oleh wilayah di luar Jakarta.

Masalah utama kemacetan adalah hasil dari pertumbuhan Jakarta. Hal akut yang sangat sulit ditangani ini karena perbandingan pertambahan kendaraan dengan luas jalan tidak sebanding sehingga pemerintah Jakarta harus memutar otak dan menguras untuk membangun solusi secara infrastruktur. Salah satu yang kini sedang berjalan adalah transportasi publik berupa Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rapid Transit (LRT).

“Tahun 2018 mendatang sebagian proyek ini akan mulai bisa digunakan untuk mengejar Asian Games. Jadi, jalur Utara-Selatan dan Timur-Barat Jakarta akan selesai semua pada tahun 2022. Jadi, saya jamin nanti Jakarta akan berkurang kemacetannya dengan MRT dan LRT,” imbuh Djarot mengenai proyek besar angkutan publik berbasis kereta ini.

Walau terkesan makin sumpek dan proyek transportasi masal baru akan terealisasi cukup lama, Djarot masih menunjukan optimisme. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 lalu mencapai 5, 88 persen, di atas angka secara nasional. Indikator lain yang ditunjukan Djarot adalah ternyata walau sumpek dan macet, tingkat harapan hidup di Jakarta terbilang tinggi di kisaran 78,5 tahun.

Untuk itu, Djarot menjanjikan banyak hal termasuk pembangunan rumah susun bagi mereka yang tidak mampu.

“Jadi, kami menggusur warga di bantaran kali lalu kami pindahkan ke rusun yang kami bangun. Rumah susun ini manusiawi dengan luas cukup plus dua kamar. Prinsipnya, siapkan rusun dulu baru dipindahkan, sungai kami normalisasi,” tutup Djarot.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS