Tingkat Risiko Infeksi Pasca Operasi Cukup Tinggi

marketeers article

Tenaga ahli kesehatan penting untuk memahami pencegahan Surgical Site Infections (SSI) dalam proses pembedahan. Ini dilakukan untuk mengurangi risiko bagi pasien yang menerima perawatan dalam ruang operasi dan fasilitas bedah rawat jalannya.

SSI adalah infeksi luka operasi yang disebabkan oleh bakteri yang masuk saat dilakukannya proses operasi. Kondisi itu baru dapat terlihat 30 hari pasca operasi yang menyebabkan luka pada bagian tubuh manusia. Beberapa SSI yang terjadi relatif ringan sehingga dapat langsung diobati dengan cepat.

Namun, jika dibiarkan, maka akan terjadi infeksi yang dapat menyebabkan seseorang menjadi resisten terhadap antibiotik dan bahkan berujung pada kematian.

Hingga saat ini, SSI masih menjadi salah satu permasalahan dalam pelayanan kesehatan. SSI sering terjadi dalam beberapa prosedur operasi, seperti colorectal, gastrointestinal, cardiovascular, neurologic, skin, ortopedi, dan prosedur transfusi.

Berdasarkan data WHO, di beberapa negara dengan penghasilan rendah dan menengah, terdapat sekitar 11% pasien terinfeksi setelah menjalani proses operasi atau pembedahan. Sedangkan di Afrika, 20% perempuan yang menjalani operasi caesar mengalami infeksi luka, yang berdampak negatif terhadap kesehatan sehingga menjadi sulit merawat bayi.

SSI juga telah menjadi infeksi yang paling umum terjadi di beberapa rumah sakit di Amerika Serikat. Angka kejadian SSI di Amerika Serikat sebesar 2%-5% dari semua operasi rawat inap, di mana setara dengan 160.000 hingga 300.000 bahaya setiap tahun.

Adianto Nugroho, dokter spesialis bedah dari rumah sakit MRCCC Siloam Hospitals Semanggi mengatakan, saat ini SSI masih sering terjadi di Indonesia dengan persentase antara 5%-8%. Kesimpulannya, kata dia, prevalensi healthcare-associated infections (HAI) di Indonesia sebanding dengan negara lain.

“Namun, prevalensi SSI pada pasien bedah di Indonesia tinggi. Sebab itu, dibutuhkan pencegahan SSI,” jelas Adianto.

Melihat kondisi tersebut, tiga lembaga yaitu World Health Organization (WHO), Center for Disease Control (CDC), dan American College of Surgeons (ACS) mengeluarkan panduan resmi yang mengatur secara khusus tentang pencegahan SSI. Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site Infection yang dikeluarkan pada November 2016 memberikan 29 jenis rekomendasi, meliputi 23 topik dalam pencegahan SSI baik pada pre-, intra maupun postoperative.

Hari Paratono, spesialis obstetri dan ginekologi, menambahkan, salah satu hal penting yang dapat dilakukan untuk mencegah SSI berdasarkan guidelines WHO adalah preoperative bathing. Pasien direkomendasikan untuk membersihkan seluruh bagian tubuh untuk mengurangi jumlah bakteri pada permukaan kulit pasien selama menjalanakan operasi, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya SSI.

WHO juga merekomendasikan penggunaan benang berlapis antimikroba dalam beberapa jenis operasi guna mengurangi risiko terjadinya SSI. “Dalam hal ini, para ahli disarankan untuk menggunakan benang yang telah dilapisi oleh triclosan sebagai salah satu prosedur operasi,” ujarnya.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS