Tutup Tahun 2016, Industri Ritel Optimistis Raih Pertumbuhan Double Digit

marketeers article
A family shopping in a supermarket

Tahun 2015 merupakan tahun yang berat bagi industri ritel di Indonesia. Hal ini dilihat dari pertumbuhan yang tidak sesuai ekspektasi. Biasanya pertumbuhan industri mencapai 13%-15% per tahun, namun industri ritel hanya bertumbuh 8% pada tahun 2015 meskipun telah dipacu dengan berbagai program.

Lesunya industri ritel tahun 2015 rupanya masih berdampak hingga awal tahun 2016. Padahal, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) memprediksi industri ritel akan membaik pada Januari 2016.

Namun, ketika masa itu tiba, sentimen pasar belum mampu membuat keadaan berubah. Misalnya saja, awal tahun lalu berhembus sentimen pajak kartu kredit. Hal ini memberikan delusi pembelanjaan konsumen.

Selain itu, pada awal tahun 2016, deregulasi yang terlahir belum tepat sasaran. Bulan Januari hingga Februari baru terdapat 3-4 deregulasi. Hal ini pun menjadi faktor yang menyebabkan konsumen menunda melakukan transaksi.

Bila biasanya belanja 100%, konsumen hanya belanja 60%. Pada waktu itu, mereka lebih banyak wait & see. Termasuk, menunggu diluncurkannya kebijakan tax amnesty. Setelah sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan industri ritel diluncurkan, keadaan ini cukup memberikan dampak positif bagi industri ritel Tanah Air.

“Industri ritel mulai tumbuh setelah bulan Maret hingga memasuki puncaknya pada bulan Ramadan,” ujar Roy N. Mande, Ketua APRINDO dalam MarkPlus Conference 2017 di The Ritz Carlton Pacific Place, Kamis (8/12/2016).

Penjualan ritel pada tahun 2015 ditutup dengan pertumbuhan 8%, yaitu sekitar Rp 181 triliun. Tahun 2016 kemarin, anggota-anggota APRINDO diharapkan bisa membukukan nila penjualan hingga Rp 200 triliun. Roy menyebut, bila berbicara produsen dan ritel, produsen makanan dan minuman penjualannya meningkat 8%-9%. Target penjualan mereka tahun ini mencapai Rp 1.400 triliun. Bila target penjualan sektor hulu dan hilir digabung, nilainya diharapkan mencapai sekitar Rp 1.600 triliun.

“Untuk tahun 2016 ini, kami memprediksi menutup angka pertumbuhan double digit, yaitu 10%-11%. Kami optimistis karena melihat perjalanan di awal semester pertama dan kedua dimana pertumbuhan sudah mulai terasa,” kata Roy.

Dalam penjualan ritel tahun ini, lanjut Roy, produk makanan dan minuman tetap mendominasi. Sementara, penjualan yang sempat mengalami penurunan adalah tekstil. Pasalnya, bahan baku pembuatan tekstil masih impor. “Tekstil berbeda dengan sektor makanan dan minuman yang mana bahan baku dan sumber daya masih tersedia di Indonesia,” tandasnya.

 

Artikel selengkapnya bisa dibaca di
Majalah Marketeers edisi Des 2016- Jan 2017

Related

award
SPSAwArDS