Untung Rugi Investasi Panas Bumi di Jawa Barat

marketeers article

Sumber daya energi panas bumi (geothermal) menjadi salah satu kekayaan besar yang dimiliki Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini memiliki potensi geothermal terbesar di Indonesia mencapai 20% dari total potensi panas bumi yang ada di Indonesia. Besaran potensi geothermal di Jawa Barat yang belum dimaksimalkan pemanfaatannya mencapai 6101 Mwe. Tak heran, jika pemerintah daerah dan pusat tengah berupaya mengelola dengan baik potensi sumber daya ini.

Ada dua jenis pemanfaatan yang bisa dilakukan pada sektor geothermal, yakni indirect use (uap panas diubah menjadi listrik) dan direct use (pemanfaatan panas bumi secara langsung). Untuk indirect use, Undang-Undang mengatur bahwa hal ini menjadi wewenang pemerintah pusat untuk melakukan tender. Meskipun, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengusulkan rancangan wilayah kerja. Sementara, pada direct use yang meliputi pemanfaatan kepentingan non listrik seperti pemandian air panas atau pengeringan teh sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah daerah.

Di Jawa Barat, pemanfaatan panas bumi selama ini cenderung indirect use. Direct use memiliki jumlah yang tidak terlalu besar. Padahal, potensi pemanfaatannya cukup luas, antara lain untuk sektor pariwisata, perkebunan, dan pertanian. Pemanfaatan panas bumi bisa dimanfaatkan untuk mengeringkan teh, kopi, gabah, atau pun proses sterilisasi.

Dalam upaya mengelola energi daerah yang berkelanjutan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat merancang Rencana Umum Energi Daerah (RUED-P) untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya energi yang berada di wilayah Jawa Barat yang antara lain bersumber dari energi baru terbarukan.

“Targetnya, Jawa Barat dapat mencapai 20,12 GW EBT di bauran energy dari total pembangkitan sebesar 78,03 GW pada tahun 2050. Untuk itu, Pemprov Jawa Barat melakukan berbagai strategi di setiap sumber energy baru terbarukan yang tertera dalam RUED-P,” kata Tubagus Nugraha, Kepala Bidang Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat kepada Marketeers.

Agar peningkatan pemanfaatan panas bumi tercapai, maka RUED-P mencantumkan peningkatan kapasitas terpasang dari sumber daya sebagai strateginya. Hal ini direalisasikan melalui PLTP Patuha (55 MW) pada tahun 2022, Tangkuban Perahu-Ciater (60 mw) di tahun selanjutnya, dan Wayang Windu (120 MW) pada tahun 2025. Tak hanya itu, pemerintah juga merencanakan pembangkitan sebesar 327 MW yang tersebar di seluruh Jawa Barat.

“Saat ini, ada sejumlah lapangan lain yang sedang kami coba tawarkan, seperti lapangan Ciremai, Papandayan, dan Galunggung. Namun yang sudah ada WKP (wilayah kerjanya) dan siap untuk dilelang adalah Galunggung. Ini merupakan lelang kedua,” terang Tubagus.

Target Pemprov Jawa Barat untuk mengelola sumber energi panas bumi tersebut didorong dengan sejumlah upaya mempermudah pelaku usaha untuk melakukan investasi di sektor geothermal. Minimnya jumlah investor swasta yang tertarik untuk berinvestasi di sektor ini membuat pemerintah kian agresif memberikan berbagai kemudahan dalam kaitannya dengan urusan birokrasi. Bahkan, pemerintah Indonesia menyediakan dukungan untuk memitigasi resiko dan menyediakan informasi mengenai biaya pengembangan awal panas bumi melalui Geothermal Fund Facility (GFF).

Persoalan lain yang kerap menjadi pertanyaan besar bagi calon investor untuk menanam investasi pada sektor geothermal di Indonesia adalah kepastian harga dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Banyak pihak yang menilai PLN dengan subsidi pemerintah untuk tarif listrik yang mereka miliki seakan memonopoli distribusi listrik dan energi listrik dari produsen independen harus dijual kepada PLN. Namun, pemerintah tengah mengupayakan untuk membuat harga pembelian yang dibayar oleh PLN menjadi lebih menarik melalui tarif feed-in yang baru.

Meskipun investasi pada pengembangan panas bumi terlihat tak semenarik investasi di energi fosil, namun para investor perlu untuk mempertimbangkan potensi yang bisa digarap untuk jangka waktu ke depan. Ada potensi bisnis yang menjanjikan di dalamnya meskipun dibutuhkan nilai investasi yang tak sedikit dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi.

Namun, kembali lagi, pemerintah telah melakukan segenap upaya seperti melalui GFF untuk mengatasi persoalan dan kekhawatiran ini. Harapannya, para investor dapat mempertimbangkan dengan lebih baik kebijakan mereka dan pengelolaan bisnis mereka pun akan lebih aman.

Tak hanya itu, pemerintah secara aktif menggelar survei pendahuluan di titik-titik sumber panas bumi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kegagalan pada saat eksplorasi panas bumi oleh perusahaan pengembang. Melalui strategi government drilling, daerah yang sudah dibor dan ditemukan uap akan dijadikan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) untuk selanjutnya siap ditenderkan ke publik. Dalam skema ini, pemenang tender nantinya diwajibkan mengganti biaya pengeboran tersebut. Dana tersebut kemudian akan digunakan kembali untuk program government drilling untuk menemukan dan mengembangkan potensi geothermal lainnya.

“Investasi di sektor geothermal memang membutuhkan biaya yang besar dan resiko yang tinggi. Persoalan financial indicator dan risk manageable ini yang kerap menghambat laju investasi di sektor ini. Padahal, jika pengembang tersebut mampu melakukan pertimbangan yang baik dan menemukan cadangan bawah permukaan (steam) yang tepat, ibarat mendapat jackpot. Pengembang bisa take all,” kata Tubagus.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS