Upaya Inspira Academy Membangun Pasar Masa Depan 3D Printing

marketeers article

Pembicaraan industri 4.0 sedang viral. Dipicu pernyataan CEO Bukalapak Achmad Zaky tentang dana riset.  Kehebohan berlanjut dalam debat Capres kedua antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Tema revolusi industri 4.0 pun seolah jadi barang seksi.  Tidak terkecuali bagi Inspira Academy yang merupakan produsen 3D Printing.

Menurut Sugianto Kolim, Founder Inspira Academy, ada lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem industri 4.0, yaitu IoT, Artificial Intelligence (AI), Human–Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing.

Penerapan industri 4.0 juga merupakan upaya untuk melakukan otomatisasi dan digitalisasi pada proses produksi. Ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi, serta batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen.

Mengutip pernyataan Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto, Sugiono mengatakan bahwa dampak era industri 4.0 atau ekonomi digital juga berpotensi membuka peluang terhadap peningkatan nilai tambah terhadap PDB nasional sebesar US$150 miliar pada tahun 2025.  Selain itu, hal ini juga mampu menciptakan kebutuhan tenaga kerja yang melek teknologi digital sekitar 17 juta orang. Rinciannya, sebanyak 4,5 juta orang adalah talenta di industri manufaktur dan 12,5 juta orang terkait jasa sektor manufaktur.

Dengan potensi pasar tersebut, Inspira Academy akan membidik kalangan pelajar yang jumlahnya mendekati 50 juta orang. Dalam beberapa tahun mendatang, diharapkan sebagian besar dari mereka menjadi seorang professional. Dengan harga lebih ekonomis, diharapkan 5% pelajar Indonesia dapat memiliki 3D printer sendiri.

Untuk mewujudkan target tersebut, Sugianto akan terus mendorong harga 3D printer agar lebih terjangkau lagi. “Kami sedang dalam proses membangun pabrik 3D printer lokal. Saat ini kami sedang berdiskusi dengan beberapa investor, modal ventura serta CSR perusahaan untuk mendorong produksi masal. Kami targetkan kapasitas produksi sekitar 1000 unit per bulan,” jelas Sugiono.

Tak hanya itu, Sugiono juga akan melakukan edukasi dan penyerapan teknologi ini di dunia pendidikan dan professional agar lebih familiar dengan industri 4.0. Dengan produksi masal, diharapkan pada tahun mendatang harga bisa turun di sekitar Rp 4 jutaan bahkan lebih rendah. “Harga 3D printer saat ini sendiri berkisar antara Rp 10 juta sampai Rp 40 jutaan,” lanjut Sugiono.

Bisa kita bayangkan, para pelajar belajar mendesain mainan sendiri, atau pra karya, kemudian langsung dicetak menggunakan 3D printer yang akan menghasilkan desainnya dalam bentuk tiga dimensi. Ini akan memacu mereka lebih kreatif dan belajar membuat produk secara riil. Bisa jadi dari hasil karya riil mereka bisa bernilai ekonomis, misalnya dipasarkan secara online atau dijajakan pada temannya.

Bahkan, jika semua orang terlibat dan menguasai teknologi ini, Indonesia akan menjadi sumber inspirasi dan kiblat industri 4.0. “Bahkan, semua orang bisa memiliki alat produksi, akses produksi, pemasaran dan bisa memproduksi  sebuah karya  dengan rekayasa teknologi secara cepat dan efisien,” tambahnya.

Terkait penguatan sumber daya manusia, Inspira Academy sedang mempersiapkannya melalui program #100inovatorIndonesia. Sejak dibuka awal tahun ini, program pencarian #100innovatorIndonesia, kuotanya sudah 60%. Dalam program tersebut, mereka  akan dibekali pendidikan desain dan cetak 3D secara gratis dan kesempatan untuk mendapatkan 3D printer dengan harga subsidi. Ke depannya ilmu cetak 3D ini akan diaplikasikan ke dunia robotik dan STEAM.

“Nah,  bagi Anda yang merasa tertantang untuk menjadi sang innovator industri 4.0 segera mendaftarkan diri lewat  www.inspira.academy. Kuotanya tinggal sedikit,” tandas Sugianto.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related

award
SPSAwArDS