Wijaya Karya Sebagai Etalase Karya Indonesia di Dunia

marketeers article
Crane and building construction site ( Filtered image processed vintage effect. )

Sebagai salah satu negara berkembang di kawasan Afrika, Aljazair tengah banyak melakukan pembangunan. Salah satu yang digenjot adalah pembangunan transportasi jalan tol. Saat ini, masyarakat Aljazair sudah bisa menikmati hasil dari pembangunan jalan tol tersebut. Salah satunya adalah satu ruas jalan tol sepanjang 400 km yang kerap disebut sebagai ‘Jalan Tol WIKA’ oleh masyarakat setempat.

Ya, perusahaan konstruksi nasional Wijaya Karya (WIKA) terlibat dalam pembangunan infrastruktur jalan tol di Aljazair. Dari tiga paket ruas jalan sepanjang 1.200 km, WIKA berhasil menyelesaikan satu paket pembangunan jalan tol sepanjang 400 km.

“Jalan itu sudah tujuh tahun dan belum ada renovasi serta perbaikan. Sementara dua paket lainhya sudah dibongkar ulang,” ujar Destiawan Soewardjono, Direktur Operasi III PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Pembangunan jalan tol di Aljazair bukanlah satu-satunya karya terbaik WIKA yang sudah dirasakan oleh masyarakat internasional. Setidaknya sampai tahun 2018 ini, WIKA sudah hadir di delapan negara. Di Nigeria, WIKA mendapatkan kontrak perbaikan dan renovasi istana kepresidenan. Di Myanmar, WIKA terlibat pada pembangunan jalan dan jalur kereta api. Sementara di Malaysia dan Filipina, WIKA menjalankan proyek pembangunan jembatan. Di Timor Leste, WIKA bertanggung jawab penuh pada pembangunan bandara internasional.

“Kami mendapatkan proyek bandara di Timor Leste secara komplit dan satu paket. Kami membangun landasan pacu, peralatan dan perlengkapan, serta gedung terminal. Akhir tahun ini sudah bisa kami serahkan ke mereka,” imbuh pria yang mendapat gelar Indonesia Industry Champion 2018 untuk sektor konstruksi.

Sejak beberapa tahun terakhir, WIKA memang fokus menggarap pasar infrastruktur di negara-negara berkembang. Selain negara-negara tadi, WIKA juga terlibat dalam pembangunan di Senegal, Rwanda, Namibia, Arab Saudi, UEA, dan Taiwan.

Secara porsi, bisnis luar negeri WIKA terbilang kecil apabila dibandingkan porsi proyek di dalam negeri. Namun secara nominal terus tumbuh dengan signifikan. Semenjak divisi luar negeri didirikan pada 2013, pertumbuhannya sudah mencapai Rp 6,5 triliun hanya dalam jangka waktu lima tahun.

Ekspansi luar negeri WIKA merupakan salah satu strategi mereka untuk mencapai gelar World Class Company. Selain itu, potensi infrastruktur yang ada pada negara-negara berkembang juga amat menggiurkan, khususnya di kawasan Asia dan Afrika. Setiap tahunnnya ada ratusan bahkan ribuan proyek infrastruktur.

Namun, kepak sayap WIKA di negara-negara tersebut tidak semata untuk mencari keuntungan. “Perusahaan asing masuk ke dalam satu negara itu bukan sekadar mencari proyek. Mereka juga mencari partner,” katanya.

Membangun jaringan adalah salah satu misi utama WIKA melebarkan sayapnya ke pasar luar negeri. Bagi Destiawan, dalam semua proses bisnis diperlukan efisiensi. Biasanya perusahaan asing mencari partner di dalam negeri agar mereka tidak perlu lagi mempersiapkan banyak sumber daya.

“Selain networking dan pendapatan, kami juga bisa show off di luar. Bahwa proyek kami di sana sebagai etalase dan mereka menjadi mengenal kami,” tambahnya.

Jalan Tol WIKA di Aljazair menjadi salah satu contoh etalase yang membuat WIKA semakin berkibar di dunia konstruksi global. Hasilnya beberapa perusahaan kontruksi Jepang dan Eropa mencari WIKA sebagai mitra. Kepercayaan perusahaan konstruksi asing pada WIKA tidak lepas dari hal Quality, Safety, Health, dan Environment (QSHE). Empat hal tersebut harus sejajar dengan perusahaan internasional lainnya. Sehingga, perusahaan asing atau calon mitra tidak perlu lagi melakukan investigasi mendetail tentang siapa WIKA.

“Operasional luar negeri sekaligus sebagai pusat latihan dan hub kompetensi karyawan. Mereka belajar proyek, lintas budaya, membangun jaringan dengan para vendor di tingkat dunia, dan meningkatkan rasa percaya diri. Sehingga, mereka jadi mandiri,” jelas Destiawan.

Selain masalah kualitas sumber daya, ketepatan dan keakuratan dalam penyelesaian sebuah proyek juga menjadi kunci. Bagi WIKA, masalah QSHE menjadi komitmen awal yang sudah tidak bisa ditawar. Setiap paginya, tim manajemen WIKA di lapangan ataupun di kantor pusat melakukan rapat QSHE. Dalam rapat ini, mereka membahas risiko program, target, serta metode yang akan dikerjakan dalam satu hari. Output dari rapat harian adalah efektivitas kerja sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam pembangunan.

Seluruh proyek WIKA di dalam dan luar negeri selalu dipantau perkembangannya setiap hari. Tim lapangan sudah mempersiapkan beragam infrastruktur dan perlengkapan agar setiap perkembangan proyek bisa dikomunikasikan dengan pusat dan diputuskan solusinya saat itu juga. “Selain masalah QSHE, salah satu yang kami bahas adalah masalah jadwal,” katanya.

Pada tahun 2018, WIKA menargetkan laba bersih tumbuh sekitar 70% dibandingkan perolehan tahun lalu. Pertumbuhan tersebut bisa tercapai melalui diversifikasi dan efisiensi dengan menurunkan biaya produksi.

Menjalankan proyek sesuai jadwal adalah tantangan terbesar dalam seluruh bisnis konstruksi. Bukan hanya perkara denda yang akan dikenakan, efek dari keterlambatan juga akan berimbas pada masalah biaya yang bisa membesar hingga dua kali lipat. Pasalnya, semua berkaitan dengan penambahan sumber daya, material, dan alat.

Dalam setiap proyeknya, WIKA selalu berusaha untuk bisa menyelesaikannnya tepat waktu, bahkan bila diperlukan harus selesai lebih cepat. Bagi Destiawan, setiap tahunnya jumlah proyek bertambah dan bisnis WIKA juga harus tumbuh. Untuk mencapai itu, perlu rotasi sumber daya yang efisien.

“Kalau tim yang sudah kami set untuk satu proyek terlambat, maka kami harus mencari sumber daya baru. Akhirnya ada idle. Kalau proyek kami selesaikan lebih cepat, maka kami bisa efisien dan sumber daya bisa segera dialihkan ke proyek lain,” katanya.

Destiawan menilai dalam setiap penyelesaian proyek terdapat kepuasan pelanggan. Kepuasan ini yang tidak bisa diukur dengan nilai. Efeknya juga berlipat ganda, mulai dari keuntungan, tawaran kemitraan, hingga publikasi positif dari mulut ke mulut.

“Seperti proyek kami di Aljazair. Sekarang kami tidak perlu lagi keliling menawarkan jasa kami. Kontraktor asing sudah tahu apa yang sudah kami lakukan di sana. Ini efek berantai dari kesuksesan sebuah proyek.”

Tahun 2019 nanti, WIKA akan memperluas wilayah proyeknya di luar negeri dengan tambahan dua hingga tiga negara. Dalam lima tahun mendatang, Destiawan berharap WIKA akan berkembang menjadi investment company dan membangun WIKA City di beberapa daerah.

“Khusus luar negeri, saya bercita-cita untuk mempunyai 5.000 duta bangsa, baik tenaga ahli dan engineer. Di luar negeri banyak proyek tapi tidak punya sumber daya,” pungkasnya.

Related

award
SPSAwArDS